Thursday, May 31, 2007

bab 3

BAB III
PRAKTEK PERLINDUNGAN HAK CIPTA MENYANGKUT PENGGUNAAN JINGLE RADIO SIARAN.

A. Penggunaan Jingle Dalam Kegiatan Penyiaran Radio
Penciptaan sebuah jingle menyerupai dengan penciptaan sebuah lagu, karena sama-sama memerlukan kreativitas dan waktu untuk menciptakan kreasi materi musik. Bahkan kadang sebuah jingle mengadaptasi sebuah lagu yang biasanya sudah terkenal. Dilihat dari maraknya jingle-jingle di televisi yang mengadaptasi sebuah lagu, dapat dikatakan bila perlindungan terhadap sebuah jingle tidak seketat perlindungan terhadap lagu. Pada dasarnya, bentuk pelanggaran terhadap hak cipta berkisar pada dua pokok. Pertama, dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu. Kedua, dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum sesuatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta.
Hukum HKI mencegah dilakukannya tindakan penjiplakan atau plagiat (yaitu suatu tindakan dengan maksud untuk menarik dari ciptaan-ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual seseorang), dan menetapkan kaidah-kaidah hukum yang mengatur ganti rugi yang harus dipikul oleh orang yang melanggarnya dengan melakukan tindakan penjiplakan. Berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, seorang pencipta lagu (jingle) memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya ataupun memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan hal tersebut. Itu berarti bahwa orang lain atau pihak lain yang memiliki keinginan untuk menggunakan karya cipta (jingle) milik orang lain, maka ia harus terlebih dahulu meminta izin dari si pencipta lagu atau orang yang memegang hak cipta atas lagu tersebut. Sehubungan dengan hak eksklusif yang dimiliki oleh pemegang hak cipta lagu sebagaimana dijelaskan diatas, maka pemegang hak cipta dapat saja memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan lagu ciptaannya tersebut, pemberian izin tersebut biasanya disebut sebagai pemberian lisensi yang ketentuannya diatur dalam Pasal 45-47 UU Hak Cipta. Bersamaan dengan pemberian lisensi tersebut, biasanya diikuti oleh pembayaran royalti kepada pemegang hak cipta lagu tersebut. Royalti itu sendiri dapat diartikan sebagai kompensasi bagi penggunaan sebuah ciptaan termasuk karya cipta sebuah jingle. Prosedur pengimporan jingle, saat ini biasa dilakukan via website produsen terkait. Melalui www.tmcentury.com, kita dapat melakukan peninjauan terlebih dahulu dengan mendownload potongan-potongan demo jingle. Lalu setelah mendapatkan tipe jingle yang diinginkan, mereka meminta informasi seputar nama panggilan resmi (legal call sign) khusus bagi stasiun radio di Amerika Serikat, dan nama lengkap stasiun radio bila terletak di luar Amerika Serikat. Nama panggilan bagi beberapa stasiun radio di Amerika Serikat lebih dikenal dari pada nama stasiunnya sendiri. misal ‘KISS’ atau ‘Kei Ai Double Es’ atau ‘...Good Morning Texas...’ atau WWCR, WHRI, KHBI, KFBS, dan KSDA. Stasiun di kawasan timur menggunakan nama panggilan dengan inisial huruf W, di kawasan barat menggunakan inisial huruf K. Langkah berikutnya untuk prosedur pembelian jingle adalah pemberian informasi mengenai kota, provinsi dan negara pemesan jingle. Pemesan diberi fasilitas untuk penulisan lirik dalam jingle yang akan kita pesan. Format untuk penulisan lirik disediakan dalam kolom khusus. Setiap pilihan jingle mempunyai perjanjian lisensi yang berbeda yang tentunya berakibat pada perbedaan harga. Paket jingle pesanan biasanya akan dikirimkan melalui paket sekitar 6 – 14 minggu dari saat kesepakatan perjanjian lisensi dan pembayaran (tergantung wilayah domisili pemesan jingle). Stasiun radio yang mempunyai segmentasi khusus, memiliki jingle yang mencerminkan identitas sesuai dengan segmentasi radio tersebut. Misalnya radio Paramuda yang mengudara pada frekuensi 93.7 FM di kota Bandung mengkhususkan segmentasinya pada olahraga dengan format musik pada aliran black music seperti rhytm and blues ( R & B ) sebanyak 60% , maka jingle nya pun bernuansa R & B, dan ada yang mengadaptasi dari lagu R & B. Serupa dengan radio Dahlia yang mengudara pada frekuensi 105.1 FM Bandung mempunyai format musik dangdut sebanyak 57%, yang juga disiratkan pada jinglenya yang bernuansa dangdut. Radio yang memiliki pendengar paling tersegmentasi adalah radio KLCBS yang mengudara pada 100.4 FM Bandung, karena mempunyai format musik Jazz sebanyak 100 % yang berarti positif memiliki jingle bernuansa Jazz. Radio yang memiliki karakteristik gaya anak muda mempunyai jingle yang lebih beragam. Radio OZ 103.1 FM mempunyai format musik beragam, dari musik mancanegara sebanyak 60 % dan Indonesia sebanyak 40 % mencangkup Pop, Alternative, Rock, Reagge, R&B, Elektronika, Rap, Hip-Hop, Acid Jazz, Top 40 dan segala jenis musik yang selalu berkembang. Maka jingle pada radio OZ juga memiliki keragaman sesuai dengan karakteristik jenis musiknya yang beragam. Radio OZ saat ini memperluas jaringannya di kota Palembang pada frekuensi 89.2 FM, Bandar Lampung pada frekuensi 94.4 FM, dan Bali pada frekuensi 101.2 FM, dengan pusat manajemen perusahaan di kota Bandung. Radio OZ Bandung mempunyai 149 jingle. Sekitar 20 % merupakan jingle pesanan dari luar negeri. Beberapa jingle yang general; tanpa penyebutan frekuensi dan kota dipakai di empat kota tersebut. Ada juga jingle khusus bertajuk ‘across the nation’ dimana disebutkan frekuensi 4 kota, khusus diputar pada pergantian acara di setiap jaringan Radio OZ.
Pada pemberian lisensi yang diberikan, produsen jingle memberikan hak pada stasiun radio untuk mengudarakan jingle sesuai dengan jangkauan radio tersebut atau ada juga yang memberikan batas radius, misalnya 150 mil. Disinilah masalah tanpa disadari timbul secara diam-diam. Dengan maraknya radio jaringan saat ini, jangkauan radio yang dimaksud dalam pemberian lisensi di atas menjadi rancu, atau sengaja dibuat rancu. Karena dalam prakteknya, jingle yang sama dapat terdengar dalam dua radio yang berbeda (bahkan lebih) dalam satu kota. Umumnya kesamaan terdapat pada materi musik, atau nada melodi kata-katanya.
Ada beberapa kemungkinan yang mengakibatkan hal ini terjadi. Pertama, dengan alasan kepraktisan, seperti yang dilakukan Radio OZ dan radio jaringan lain pada umumnya, beberapa jingle general dipasang di semua jaringan radio siaran. Bila salah satu jingle tersebut merupakan pesanan, bisa jadi akan terdengar kesamaan materi musik dalam jingle di radio lokal di kota tersebut. Hal ini kemungkinan besar terjadi bila pemesanan jingle tersebut berasal dari produsen yang sama. Produsen umumnya menjual jingle template yang memudahkan pemesan untuk memodifikasi jingle tersebut dengan harga yang relatif lebih murah dibanding bila memesan jingle yang benar-benar baru Kedua, dalam radio jaringan, terdapat sebuah acara sindikasi yang di relay ke salah satu / seluruh cabang radio, dimana salah satu konten dalam acara sindikasi tersebut adalah pemutaran jingle, bisa berupa jingle ID atau beds. Bisa jadi salah satu materi dalam jingle tersebut akan sama dengan jingle radio local di kota tersebut. Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan yang memproduksi acara sindikasi, misalnya Sindikasi Perspektif Baru yang bekerjasama dengan jaringan Radio KBR 68H yang beranggotakan 412 radio di seluruh Indonesia.
Jaringan Radio KBR 68H yang secara rutin menyiarkan program Perspektif Baru (Setiap Minggu pukul 8.30-9.00 WIB)
No Radio Frekuensi Kota Provinsi
1 Prima 104.4 FM Banda Aceh Nanggroe Aceh Darussalam
2 Getsu Nada 98.4 FM Biereuen Nanggroe Aceh Darussalam
3 Rapeja 101 FM Lamno Nanggroe Aceh Darussalam
4 Belmera 91.2 FM Deli Serdang Sumatera Utara
5 Jelita 103.9 FM Bukittinggi Sumatera Barat
6 Dhara 1386 AM Pariaman Sumatera Barat
7 Q FM 100.3 FM Duri Riau
8 Gress 105.8 FM P eka n Baru Riau
9 Soreram 1044 AM P eka nbaru Riau
10 Kei FM 102.3 FM Batam Kepulauan Riau
11 Dian Irama 104.3 FM Jambi Jambi
12 Manggis 96 FM Jambi Jambi
13 KGS 1305 AM Kerinci Jambi
14 Batanghari Permai 648 AM Muara Bulian Jambi
15 RSPD Kuala Tungkal 104.1 FM Kuala Tungkal Jambi
16 Gema Bukit Asam 105.9 FM Muara Enim Sumatera Selatan
17 En-J 1026 AM Muara Enim Sumatera Selatan
18 Ozone 102.5 FM Belitung Timur Bangka Belitung
19 DMP 101.2 FM Tanjung Pandan Bangka Belitung
20 Setiawana Nadanusa 97.2 FM Argamakmur Bengkulu
21 SK FM 104.7 FM Curup Bengkulu
22 Namora 1188 AM Curup Bengkulu
23 Artha 97.20 FM Manna Bengkulu
24 Denbang 666 AM Bandar Jaya Lampung
25 Radio 68H 89.2 FM Jakarta DKI Jakarta
26 Gita Swara 99.1 FM Cirebon Jawa Barat
27 Rona 100.6 FM Kendal Jawa Tengah
28 BSP 103.8 FM P eka longan Jawa Tengah
29 Mrapen 98.2 FM Purwodadi Jawa Tengah
30 RGM 1017 AM Wonogiri Jawa Tengah
31 POP FM 93.4 FM Purworejo Jawa Tengah
32 Unisi FM 104.5 FM Yogyakarta DI Yogyakarta
33 Patria 102.6 FM Blitar Jawa Timur
34 Jossh 103.5 FM Tulung Agung Jawa Timur
35 Mandalika 684 AM Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat
36 Haccandra 105.8 FM Narmada Nusa Tenggara Barat
37 Oisvira 95.10 FM Sumbawa Besar Nusa Tenggara Barat
38 Pelangi 103.2 FM Bima Nusa Tenggara Barat
39 Suara Kelimutu 101.5 FM, 1185 AM Flores Nusa Tenggara Timur
40 Tirilolok 101.1 FM Kupang Nusa Tenggara Timur
41 Arya Bomantara 102 FM Pontianak Kalimantan Barat
42 Mitra Barito 100.2 FM Barito Timur Kalimantan Tengah
43 Granada Tara Indah 1332 AM Kuala Kapuas Kalimantan Tengah
44 Eska 103.90 FM Bontang Kalimantan Timur
45 Makara 103.6 FM Luwu Sulawesi Selatan
46 SPFM 103.5 FM Makassar Sulawesi Selatan
47 Suara Simpati Angkasa 720 AM Pinrang Sulawesi Selatan
48 Rina Bestari 738 AM Tana Toraja Sulawesi Selatan
49 Tamborolangi 96.2 FM Tana Toraja Sulawesi Selatan
50 Swara Istana Banggai 100.2 FM Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah
51 Ariesta 98.80 FM Donggala Sulawesi Tengah
52 Gita Lestari 105.60 FM Bitung Sulawesi Utara
53 Citra 96.6 FM Manado Sulawesi Utara
54 Wuna Swara 102.5 FM Muna Sulawesi Tenggara
55 Techno 91.1 FM Bau Bau Sulawesi Tenggara
56 Resthy Mulya 92.5 FM Banda Naira Maluku
57 Extreme 104 FM Nabire Papua
Ilustrasi: Radio A di kota Jakarta mempunyai jaringan radio di kota Bandung. Salah satu acara sindikasi bertajuk Jazz lovers memakai beds ID. Beds ID tersebut ternyata sama dengan Jingle ID radio B di kota Bandung. Ketiga, dalam pembuatan jingle, beberapa produsen jingle ada yang mengadaptasi dari lagu yang sedang atau pernah populer. Cara seperti ini juga biasa dilakukan oleh produsen jingle iklan. Contohnya salah satu jingle radio Rase yang mengudara pada 102.3 FM Bandung, mengadaptasi dari lagu The Temptation yang berjudul My Girl. Keempat, ada pula yang memakai dari potongan lagu aslinya, misalnya memakai intro lagu X untuk kemudian pada akhir intro ditambahkan suara yang menyebutkan identitas radio tersebut.
Untuk poin ketiga dan keempat di atas, akan terjadi permasalahan bila adaptasi lagu dilakukan dengan prosedural yang menyimpang. Beberapa pendapat mengatakan bahwa bila sebuah lagu mempunyai kesamaan lebih dari tujuh bar dengan lagu lainnya, lagu tersebut dapat dikategorikan melanggar hak cipta. Dengan kata lain, sebuah lagu bisa dikatakan melanggar hak cipta jika dalam 8 bar ( atau lebih ) nadanya menyamai lagu lain. Namun pendapat ini dipatahkan dengan anggapan bahwa kategori penjiplakan lagu hanya berdasarkan persamaan 8 bar atau lebih hanyalah ‘mitos’ belaka. Karena bila ini menjadi acuan dapat membuat para plagiator lebih leluasa dalam melanggar lagu, dapat dibayangkan kita dapat menjiplak 7 bar pada lagu A ditambah menjiplak 7 bar pada lagu lainnya sehingga ‘tercipta’ lagu yang merupakan kompilasi jiplakan dari lagu lainnya. Ditambah pada kenyataannya, banyak materi musik baik itu merupakan lagu maupun jingle yang mempunyai ciri khas kuat yang jumlah barnya kurang dari 8.
Begitupun dalam perlindungan hak cipta menurut penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, bagian kelima mengenai pembatasan hak cipta, dijelaskan dalam Pasal 15 huruf a, bahwa pembatasan ini (hak cipta) perlu dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran Hak Cipta sulit diterapkan. Dalam hal ini akan lebih tepat apabila penentuan pelanggaran Hak Cipta didasarkan pada ukuran kualitatif. Misalnya, pengambilan bagian yang paling substansial dan khas yang menjadi ciri dari Ciptaan, meskipun pemakaian itu kurang dari 10 %.
Pengertian unsur yang paling substantial dan menjadi ciri khas ciptaan bila dikaitkan dengan sebuah jingle radio adalah sebagai identitas dari sebuah perusahaan. Hal dimaksud dapat dipahami bahwa semua bagian dari sebuah jingle seperti materi musik, nada melodi maupun kata-katanya merupakan ciri khas dan bagian yang substansial.
Kelima, terjadi unsur kesengajaan dalam penjiplakan jingle dengan cara mengcopy jingle radio yang telah ada, atau dengan segala macam cara umumnya pembajakan. Cara penjiplakan jinglenya bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mengambil hanya bagian materi musiknya saja, dengan ditambahkan kata-kata.
b. Mengambil nada melodi kata-katanya, dengan diiringi musik sendiri.
c. Mengambil kata-kata atau tagline / slogan dengan nada melodi dan musik sendiri.
Contoh Kasus:
Seorang teman penulis yang berdomisili di Menado, melaporkan adanya kemiripan / kesamaan jingle dan slogan yang dilakukan oleh DC (Dachota) FM – Kota Mobagu Menado, yang mengudara pada frekuensi 102.3 FM. Radio tersebut mempunyai tagline menyerupai Hard Rock FM: The Lifestyle and entertainment station.
Di Indonesia, untuk menghindari para pencipta dari berbagai masalah dan sengketa yang dikuatirkan muncul, para pencipta mendaftarkan karya citanya ke Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten Merk. Itu semua untuk memudahkan di dalam proses pengadilan jika terjadi persengketaan karena sistem pendaftaran Hak Cipta menganut unsur Deklaratif. Artinya, pendaftaran penciptaan dianggap sebagai milik atau hasil karya pencipta itu kecuali dapat dibuktikan terbalik.
Diberikan dan dilindunginya Pencipta secara eksklusif dan langsung oleh negara melalui Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta terhadap Hak Ekonomi dan Hak Moralnya maka Para Pencipta lagu memiliki hak perdata untuk memberikan izin bagi para pihak / pengguna (user) yang bermaksud untuk menggunakan karya ciptanya bagi kepentingan komersial, dan atas pemberian izin tersebut Para Pencipta lagu berhak mendapatkan royalti.
Namun pendaftaran jingle jarang dilakukan oleh para pemakainya karena penggunaan jingle dianggap tidak sepenting lagu karena tidak berfungsi komersil seperti layaknya lagu yang dijual bebas. Faktanya justru banyak jingle yang mengadaptasi dari lagu yang telah ada, seperti jingle general 102.3 Rase FM Bandung yang mengadaptasi lagu milik The Temptation yang berjudul My Girl.
Namun dimungkinkan pula, sebuah lagu dapat mengadaptasi dari sebuah jingle, atau kasus penggunaan jingle kembar. Sekarang ini beberapa perusahaan radio telah mampu memproduksi jinglenya sendiri. Hal ini juga dipicu setelah para penyelenggara radio di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dan Semarang diwajibkan mengalihkan kanal frekuensinya, sesuai ketentuan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor 15A Tahun 2004, yang disempurnakan dengan Keputusan Ditjen Postel No 99/2004. Kebijakan tersebut dianggap diperlukan menyangkut jaminan perlindungan bahwa di kanal frekuensi baru lebih aman dari gesekan dengan frekuensi radio lain. Hal tersebut terkait pengklasifikasian atau pengkelasan frekuensi radio yang beroperasi di ibu kota negara, provinsi, kabupaten/kota, dan radio komunitas. Kebijakan penataan alokasi frekuensi radio pada gelombang FM (frequency modulation) tersebut memang diperlukan, sekaligus menyulitkan. Kesulitan tersebut diantaranya menyangkut penggantian antena yang memakan anggaran ratusan juta rupiah, penyetelan ulang pemancar, hingga ongkos promosi seperti pemasangan iklan dan tentunya perubahan jingle. Jingle yang telah dipesan dari luar negeri dengan biaya yang mahal terpaksa tak bisa dipakai atau harus dimodifikasi, yang berarti telah berkurang nilai ekonominya. Beberapa stasiun radio terpaksa menghilangkan penyebutan frekuensi pada jinglenya. Ada juga stasiun radio yang memproduksi sendiri jingle yang baru sehingga dapat menekan biaya produksi seminim mungkin.
Jingle pada saat ini tidak lagi berdurasi singkat, tidak hanya terdiri dari beberapa not saja, tetapi ada yang mempunyai kelengkapan materi musik layaknya sebuah lagu. Hal ini dapat didengarkan pada jingle closing Radio OZ 103.1 FM Bandung pada saat mengakhiri siarannya.

B. Perseteruan antar lembaga kolektif
Keberadaan beberapa lembaga kolektif tidak serta merta memberikan fasilitas untuk perlindungan kepada pencipta/pengguna Hak Cipta, malah cenderung membingungkan. Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) adalah lembaga yang termasuk mengecam keberadaan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Wakil Ketua ASIRI Arnel Effendi mengatakan bahwa yang berwenang memungut royalti untuk produk rekaman adalah ASIRI, dan bukan YKCI. Dalam pernyataan persnya di Jakarta (13/7/06), Arnel berpendapat bahwa YKCI hanya lembaga biasa yang mendapat kuasa dari si pencipta lagu tetapi melakukan tindakan seolah-olah sebagai lembaga publik. Perseteruan ASIRI dengan YKCI sebenarnya telah coba diselesaikan, tetapi kedua belah pihak tidak mencapai titik temu. ASIRI membuat somasi terbuka di harian Kompas pada 10 Juli 2006. Lalu YKCI pun mengadakan pertemuan dengan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu beberapa hari kemudian. Berdasarkan buku panduan terbitan YKCI disebutkan bahwa YKCI adalah pemberi kuasa, yaitu jutaan pencipta melodi dan lirik lagu beserta penerbit musik Indonesia dan asing yang karyanya dimainkan di seluruh dunia. ASIRI telah melakukan hubungan bisnis dengan pihak asosiasi radio dan televisi, asosiasi pusat perbelanjaan serta provider telepon seluler. Masing-masing anggota ASIRI memiliki hak ekslusif atas master rekaman miliknya. Tidak ada pihak manapun yang bisa mengutip pungutan terhadap penggunaan atau master rekaman milik anggota ASIRI, dimana dapat dipahami bahwa tidak ada pungutan berganda atas barang yang sama. Perseteruan antar lembaga kolektif tersebut semakin panas ketika sejumlah musisi seperti Melly Goeslaw, Deddy Dores, Dhani Ahmad , keluar dari YKCI dengan alasan pembayaran royalti mereka bermasalah. Perbedaan pendapat antara KCI dan ASIRI terletak pada besaran atau prosentase royalti, khususnya dalam kasus Ring Back Tone yang penggunaannya kini sedang marak di Indonesia. Di satu sisi, ASIRI di dalam kontraknya menyatakan hak pencipta atas keuntungan yang diperoleh adalah 5,4 persen, sedangkan KCI menuntut 30 persen. Sidang perkara yang digelar di PN Jakarta Pusat masih berjalan, bahkan boleh di bilang baru pada tahap awal karena baru dua kali sidang hingga pekan pertama Desember.
Sebuah lembaga kolektif tidak bisa memaksa seluruh mal dan toko yang memutar lagu dari produk rekaman untuk membayar royalty, karena belum tentu lagu-lagu yang digunakan adalah milik pencipta yang memberi kuasa kepada lembaga kolektif tersebut.

No comments: